Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

Februari 17, 2011

Persepsi dan Bahasa

Menurut Oxford Ensiklopedi Pelajar, komunikasi selalu berlangsung di sekitar kita. Dengan menggunakan warna, bunga-bunga memberi tanda kepada lebah bahwa mereka pantas didatangi. Ngengat memperingatkan burung-burung bahwa rasanya tidak enak. Bunyi dan gerakan dapat menakuti makhluk-makhluk penakut. Auman keras memperingatkan lawan akan bahaya.

Manusia menggunakan gerakan tubuh selain perkataan untuk berkomunikasi dengan orang lain, untuk mencurahkan perasaan dan pikiran. Isyarat ibu jari ke atas untuk menumpang digunakan sebab pengendara yang lewat tidak akan mendengar permintaan untuk menumpang. Senyuman menyampaikan rasa senang bila kita bertemu dengan teman. Bayi menangis menandakan bahwa mereka ingin menyusu atau ingin buang hajat. Seorang gadis tersipu malu ketika dipuji.

Bagaimanapun, manusia memang istimewa. Bahasa adalah sesuatu yang jarang dipikirkan. Kita menggunakan bahasa saat ini juga tanpa memikirkannya. Bahasa merupakan salah satu bentuk komunikasi tingkat tinggi. Sejak zaman dahulu, manusia telah merekam apa yang telah mereka lihat, rasa, dan pikir.

Bahasa dipakai untuk menyampaikan fakta dan buah pikiran, untuk bertanya, untuk memberi tahu orang lain apa yang harus dilakukan, untuk menyampaikan cerita dan sajak, dan untuk menerangkan segala sesuatu. Kemampuan kita untuk berbicara adalah salah satu hal penting yang membedakan kita dari binatang.

Tak seorang pun tahu berapa jumlah pasti bahasa yang ada di dunia. Di Afrika saja, ada sekitar 1.300 jenis bahasa yang dituturkan oleh 560 juta manusia. Di Eropa, lebih dari tiga puluh bahasa utama dipakai orang. Namun, bahasa-bahasa ini tidak secara menyeluruh berbeda satu dengan yang lain. Mereka mempunyai kata-kata yang sama. Misalnya, kata brother (Inggris) mirip dengan bruder (Jerman), brathair (Gaelig), dan bhratr (Sanskerta).

Ketika mendengar suara binatang, misalnya anjing, akan terdengar oleh orang Sunda berbunyi "gog" sehingga menyebut binatang tersebut dengan nama "gogog". Akan tetapi, menurut orang Jawa berbunyi "guk", kata orang Jepang berbunyi "wan", penutur bahasa Inggris mendengarnya berbunyi "woof" (baca: wuf), menurut orang Arab "nasiij", dan lain-lain. Setiap suku atau bangsa tersebut mendengar suara yang sama, tetapi mereka membahasakannya berbeda satu sama lain. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Menurut hipotesis Sapir dan Whorf (antropolog-linguis) dalam buku yang dikarang oleh Gail L. Nemetz Robinson, Crosscultural Understanding, bahasa ditentukan oleh persepsi manusia. Berdasarkan perspektif mereka, anggota-anggota satu budaya berbagi pandangan yang sama dengan bahasa yang mereka gunakan untuk berkomunikasi satu sama lain.

Karena setiap suku atau bangsa memersepsikan satu hal berbeda satu sama lain, bahasa yang tercipta akan beragam. Jika diperdalam lagi, perbedaan tersebut menyangkut struktur dan tata bahasa. Jika satu bahasa tidak memiliki penanda tata bahasa untuk membedakan, katakanlah, antara past tense (waktu lampau) dan past progressive (pekerjaan atau peristiwa yang sedang berlangsung pada masa lampau), si penutur tidak mempunyai persepsi atau konsep tentang perbedaan kedua bentuk waktu tersebut.

Dalam bahasa Indonesia, khususnya, terdapat kaidah-kaidah yang membedakannya dengan bahasa asing ataupun daerah. Dalam bahasa Inggris, kita mengenal enam belas bentuk waktu. Contohnya, kata sleep (untuk menyatakan sekarang), sleeping (sedang berlangsung), slept (waktu lampau). Kata tidur tidak akan pernah berubah bentuk terkait dengan waktu menjadi tiduring atau tidured. Perubahan bentuk kata tersebut tidak dikenal di dalam bahasa Indonesia. Untuk menyatakan waktu, kita hanya perlu menambah kata sudah, telah, akan, belum, sedang, dan sebagainya.

Kemudian, bahasa Indonesia adalah bahasa yang egaliter. Pasalnya, bahasa Indonesia tidak mengenal strata sosial. Sementara dalam bahasa Sunda, misalnya, kata makan bisa bermacam-macam bergantung pada konteks dan lawan bicara, di antaranya neda, tuang, dahar, dan nyatu.

Selain itu, bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk kata untuk menyatakan jenis kelamin. Dalam bahasa Inggris, contohnya waiter-waitress. Untuk menunjukkan keterangan jenis kelamin, kita cukup menambah kata laki-laki atau pria dan perempuan atau wanita. Sementara untuk menyatakan jamak, kita menambahkan kata bilangan, satu, dua, tiga, dan seterusnya atau kata-kata tertentu, seperti kata beberapa, banyak, sejumlah, dan segala.

Kembali kepada bahasan persepsi. Tentunya, ada hal-hal yang memengaruhi perbedaan persepsi tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, ekologi, tingkat teknologi, dan sosiokultural masyarakat memengaruhi persepsi dan pengembangan bahasa. Contohnya, dulu, salah satu dialek di Papua Nugini tidak mengenal warna magenta, maka mereka tidak memiliki kata untuk magenta. Namun, dengan pengenalan warna tersebut, mereka menjadi tahu. Oleh karena itu, baik pemersepsian warna maupun pengembangan bahasa tampaknya bergantung pada pengalaman sensorik.

Dengan demikian, pemelajaran bahasa sangatlah penting. Terlepas dari benar atau salahnya apakah bahasa menentukan persepsi, kita tahu bahwa bahasa mengekspresikan persepsi dan pengalaman si penutur.*** [pr]
Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Persepsi dan Bahasa"

Posting Komentar